PERATURAN DASAR PERATURAN RUMAH TANGGA ISNU KONGRES II TAHUN 2018
PERATURAN DASAR
IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQODDIMAH
Bahwa agama Islam merupakan rahmatan lil âlamîn (rahmat bagi seluruh alam) dengan ajaran yang mendorong terwujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan hidup bagi segenap umat manusia di dunia dan akhirat. Bahwa para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah al-Nahdliyah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan dakwah Islâmiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah organisasi yang bernama Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah al-Nahdliyah.
Bahwa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama merupakan Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual yang mempunyai integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, dan keadilan yang telah diamanatkan pada muktamar NU ke- 29 tahun 1994 di Cipasung Jawa Barat.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) tetap menjunjung tinggi akhlakul karimah sebagai pedoman perilaku serta mengembangkan ukhuwwah Islâmiyah, ukhuwwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah yang didasari prinsip-prinsip ketulusan, keadilan, moderasi, keseimbangan dan toleransi serta tetap memperhatikan Deklarasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU).
Menyadari hal-hal diatas, maka disusunlah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
BAB I
NAMA, KEDUDUKAN, DAN STATUS
Pasal 1
1. Organisasi ini bernama Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama yang selanjutnya disingkat ISNU.
2. ISNU dideklarasikan di Surabaya pada hari Jum’at tanggal 19 November 1999 bertepatan dengan tanggal 11 Rajab 1420 H untuk waktu yang tak terbatas.
Pasal 2
ISNU berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
ISNU adalah badan otonom Nahdlatul Ulama.
Pasal 4
ISNU adalah organisasi profesional yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan intelektual.
BAB II
PEDOMAN, AKIDAH, DAN ASAS
Pasal 5
ISNU berpedoman kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.
Pasal 6
ISNU berakidah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah An Nahdlyiah. Dalam bidang akidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari empat madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam Junaid Al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Pasal 7
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ISNU berasas Pancasila dan UUD 1945.
BAB III
BENDERA DAN LAMBANG
Pasal 8
ISNU mempunyai bendera putih yang di tengah-tengahnya dilukiskan lambang dan tulisan ISNU.
Pasal 9
1. Lambang-lambang melukiskan:
a. Segi 5 (lima) berwarna hitam.
b. Di dalamnya dikelilingi 9 (sembilan) bintang berwarna kuning emas. 5 (lima) bintang terletak di atas dan 4 (empat) bintang terletak di bawah.
c. Gambar 2 (dua) bulu berwarna putih.
d. Di tengah-tengah terdapat topi toga warna hitam.
e. Di antara 2 (dua) bulu di bawah topi toga dan di atas 4 (empat) bintang terdapat tulisan ISNU berwarna hitam.
2. Lambang ISNU mempunyai arti sebagai berikut:
a. Segi lima melambangkan rukun Islam.
b. Bintang jumlah 9 (sembilan) mencerminkan Ahlussunah wal Jama’ah,yang melambangkan teladan terbaik yaitu Nabi Muhammad SAW, 4 (empat) Khulafâur Rasyidun, dan 4 (empat) Imam Madzhab.
c. Dua bulu berwarna putih melambangkan pena (qalam).
d. Topi toga mempunyai arti Sarjana, Ilmuwan, Intelektual, dan Profesional.
e. Dasar lambang berwarna hijau berarti kedalaman ilmu berdasarkan spiritualitas.
3. Secara keseluruhan lambang ISNU mencerminkan persatuan dan kesatuan Sarjana, Ilmuwan, Intelektual, Profesional yang menjunjung tinggi spiritualitas dan bertanggung jawab terhadap pembangunan nasional yang berkeadilan.
BAB IV
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 10
1. Mewadahi kegiatan-kegiatan para sarjana, ilmuwan, intelektual, dan profesional Nahdlatul Ulama dari berbagai disiplin ilmu agar terkonsolidasi efektif sekaligus berfungsi sebagai labora-torium NU di semua tingkatan.
2. Meningkatkan pengembangan Islam Ahlusunnah wal Jama’ah an Nahdlyiah, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
3. Meningkatkan sinergitas kegiatan NU dalam mencapai dan memperjuangkan kesejahteraan umat dan masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 11
ISNU berusaha mengkhidmatkan diri pada Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan Islam, ilmu pengetahuan, dan teknologi melalui kegiatan-kegiatan:
1. Menghimpun potensi para ilmuwan dan profesional di lingkungan NU.
2. Berperan dalam pengembangan pendidikan dan kehidupan sosial ekonomi dalam rangka menyiapkan generasi kepemim-pinan dan sumberdaya manusia (SDM) yang berakhlak luhur, berkualitas dan terpercaya bagi Jam’iyah NU, khususnya dalam memasuki era globalisasi.
3. Membentuk komunitas ilmiah.
4. Menyelenggarakan berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian yang inovatif strategis, dan antisipatif.
5. Menjembatani komunikasi antara Jam’iyah dan Jama’ah NU.
6. Menghimpun dana untuk pengembangan dan pemberdayaan umat.
BAB V
KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
1. Keanggotaan ISNU terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
2. Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 13
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota serta lain-lainnya diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB IV
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 14
1. Pimpinan Pusat
2. Pimpinan Wilayah
3. Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa.
4. Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 15
Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimak-sud pasal 10 dan 11, ISNU membentuk perangkat organisasi meli-puti: Badan Usaha, Lembaga Kajian dan Penelitian, dan Kelompok Kerja yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ISNU.
BAB VII
MASA KHIDMAT
Pasal 16
1. Kepengurusan ISNU terdiri dari: Pelindung, Dewan Penasehat, Dewan Kehormatan, Dewan Ahli, Pengurus Harian, Depar-temen, Biro, dan Seksi.
2. Pelindung terdapat di Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang Pimpinan Cabang Istimewa, Pimpinan Anak Cabang.
3. Dewan Penasehat terdapat di Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa dan Pimpinan Anak Cabang.
4. Dewan Kehormatan adalah Guru Besar, intelektual, dan orang yang diakui ketokohannya secara nasional yang terdapat di Pimpinan Pusat.
5. Dewan Ahli adalah para ahli di bidangnya yang terdapat di Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa.
6. Pengurus Harian adalah struktur organisasi di tingkat Pusat, Wilayah, Cabang/Cabang Istimewa, dan Anak Cabang.
Pasal 17
Ketentuan mengenai susunan kepengurusan dan kedudukan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 18
Masa khidmat kepengurusan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 adalah 5 (lima) tahun untuk Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah, 4 (empat) tahun untuk Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa, dan 3 (tiga) tahun untuk Pimpinan Anak Cabang.
BAB VIII
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 19
Pelindung bertugas dan berwenang memberikan arahan secara umum kepada pengurus ISNU menurut tingkatannya.
Pasal 20
Dewan Penasehat bertugas dan berwenang memberikan nasehat kepada pengurus ISNU menurut tingkatannya baik diminta ataupun tidak.
Pasal 21
Dewan Kehormatan bertugas dan berwenang memberikan arahan kebijakan dan pengawasan pelaksanaan program.
Pasal 22
Dewan Ahli bertugas dan berwenang memberikan arahan sesuai keahliannya.
Pasal 23
Pengurus Harian mempunyai tugas dan berwenang membuat, menetapkan, dan melaksanakan keputusan organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal 24
Ketentuan tentang rincian wewenang dan tugas sesuai Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 25
1. Permusyawaratan adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang diikuti oleh struktur organisasi di bawahnya.
2. Permusyawaratan di lingkungan ISNU meliputi permusya-waratan tingkat Nasional, Wilayah, Cabang dan Anak Cabang.
Pasal 26
1. Permusyawaratan tingkat nasional terdiri dari:
a. Kongres
b. Musyawarah Kerja Nasional
c. Musyawarah Nasional Sarjana NU
2. Permusyawaratan tingkat wilayah terdiri dari:
a. Konferensi Wilayah
b. Musyawarah Kerja Wilayah
3. Permusyawaratan tingkat cabang terdiri dari:
a. Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Istimewa.
b. Musyawarah Kerja Cabang/Musyawarah Kerja Cabang Istimewa.
4. Permusyawaratan tingkat anak cabang terdiri dari:
a. Konferensi Anak Cabang
b. Musyawarah Kerja Anak Cabang.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai permusyawaratan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB X
RAPAT – RAPAT
Pasal 28
Rapat-rapat ISNU terdiri dari:
a. Rapat Pleno
b. Rapat Harian
c. Rapat-rapat lain yang dianggap perlu.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai rapat-rapat sebagai dimaksud pada pasal 28 diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 30
1. Keuangan organisasi diperoleh dari:
a. Iuran anggota;
b. Donatur;
c. Usaha-usaha produktif lainnya yang halal dan tidak mengikat.
2. Ketentuan mengenai usaha, penerimaan, dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.
Pasal 31
Kekayaan organisasi adalah inventaris dan aset organisasi baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh ISNU.
BAB XII
P E R U B A H A N
Pasal 32
Peraturan Dasar ini hanya dapat diubah oleh ketetapan kongres yang sah.
BAB XIII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 33
1. Pembubaran ISNU sebagai Badan Otonom Nahdlatul Ulama hanya dapat dilakukan apabila menyimpang dari Pedoman, Akidah, dan Asas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5,6, dan 7 Peraturan Dasar ini.
2. Apabila ISNU dibubarkan, maka segala kekayaannya diserah-kan kepadaNahdlatul Ulama.
BAB XIV
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 34
Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ada tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Peraturan Dasar ini.
BAB XI
P E N U T U P
Pasal 35
1. Peraturan Dasar ini telah ditetapkan melalui kongres I ISNU Tahun 2012 dan direvisi dalam Kongres II ISNU Tahun 2018.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Dasar ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Rumah Tangga.
3. Peraturan Dasar ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
4. Deklarasi ISNU pada tahun 1999 merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Dasar ini.
Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal :24 Agustus 2018
KONGRES II IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG PARIPURNA
Ketua Sekretaris
Ir. Mohammad Koderi, MT. Dr. Sholehuddin, M.Pd.I
PERATURAN RUMAH TANGGA
IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotan ISNU terdiri dari:
a. Anggota Biasa adalah setiap warga Negara Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan Strata-1 (Sarjana), beragama Islam, dan menyatakan diri setia terhadap Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
b. Anggota Luar Biasa adalah setiap Sarjana yang beragama Islam dan menyetujui Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga organisasi, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Anggota Kehormatan adalah setiap sarjana atau orang yang berjasa kepada ISNU dan ditetapkan dalam keputusan Pimpinan Pusat.
BAB II
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
1. Anggota Biasa diterima dan disahkan melalui Pimpinan Cabang.
2. Anggota Biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pimpinan Cabang Istimewa.
Pasal 3
1. Anggota Luar Biasa yang berdomisili di luar negari diterima dan disahkan olehPimpinan Cabang Istimewa setempat.
2. Apabila tidak ada Pimpinan Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pimpinan Cabang Istimewa terdekat.
Pasal 4
1. Anggota Kehormatan diusulkan oleh Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa atau Pimpinan Wilayah kepada Pimpinan Pusat.
2. Pimpinan Pusat menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberi-kan persetujuan atau penolakan.
3. Dalam hal Pimpinan Pusat ISNU memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkutan diberikan Surat Keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pasal 5
1. Anggota ISNU berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota ISNU.
2. Ketentuan tentang tata cara penerimaan anggota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 6
1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan ISNU karena:
a. Permintaan sendiri
b. Diberhentikan
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan ISNU karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pimpinan Cabang secara tertulis.
3. Seseorang diberhentikan dari keanggotaan ISNU karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik ISNU.
Pasal 7
Ketentuan mengenai tata cara pemberhetian keanggotaan seba-gaimana dimaksud pada pasal 6 diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 8
Anggota ISNU berkewajiban:
a. Setia, taat, dan menjaga nama baik organisasi.
b. Mendukung dan membantu segala kebijakan organisasi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c. Membayar iuran yang jenis dan besarnya serta kontribusinya diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 9
Hak Anggota Biasa:
a. Menghadiri rapat anggota, mengemukakan pendapat, dan memberikan suara.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus.
c. Mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi pada tingkatannya.
d. Memberikan usulan dan masukan.
e. Membela diri dan mendapatkan pembelaan serta perlindung-an danpelayanan organisasi.
BAB IV
TINGKATAN KEPENGURUSAN
Pasal 10
Tingkat kepengurusan ISNU terdiri dari:
a. Pimpinan Pusat (PP) untuk tingkat nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara.
b. Pimpinan Wilayah (PW) untuk tingkat Provinsi dan berkedudukan di Ibukota Provinsi.
c. Pimpinan Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten/Kota dan berkedudukan di daerahnya.
d. Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) untuk luar negeri dan berkedudukan di wilayah Negara yang bersangkutan.
e. Pimpinan Anak Cabang (PAC) untuk tingkat kecamatan dan berkedudukan di daerahnya.
Pasal 11
Pembentukan dan pengesahan pimpinan pusat dilakukan oleh PBNU.
Pasal 12
1. Pembentukan Wilayah diputuskan oleh Pimpinan Pusat melalui rapat harian.
2. Pimpinan Pusat menerbitkan Surat Keputusan pembentukan Wilayah
3. Pimpinan Wilayah berfungsi sebagai koordinator cabang-cabang di daerahnya.
Pasal 12
1. Pembentukan Cabang diputuskan oleh Pimpinan Pusat melalui rapat harian setelah mendapat rekomendasi dari Pimpinan Wilayah.
2. Pimpinan Pusat menerbitkan Surat Keputusan pembentukan Cabang.
3. Pembentukan Cabang Istimewa ISNU dilakukan oleh Pim-pinan Pusat atas permohonan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota setelah mendapat rekomendasi dari PCI NU setempat.
4. Pembentukan Cabang Istimewa ISNU diputuskan oleh Pimpinan Pusat melalui rapat harian.
5. Pimpinan Pusat menerbitkan Surat Keputusan pembentukan PCI ISNU.
Pasal 14
1. Pembentukan Anak Cabang ISNU dilakukan oleh Pimpinan Wilayah atas permohonan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 15 orang anggota setelah mendapat rekomendasi dari MWC NU setempat.
2. Pembentukan Anak Cabang ISNU diputuskan oleh Pimpinan Wilayah melalui rapat harian.
3. Pimpinan Wilayah menerbitkan Surat Keputusan pemben-tukan Pimpinan Anak Cabang ISNU.
Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pembentukan organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB V
SUSUNAN PIMPINAN PUSAT
Pasal 16
1. Pimpinan Pusat adalah kepengurusan tertinggi organisasi yang bertanggung jawab kepada kongres.
2. Pimpinan Pusat terdiri dari :
a. Pelindung
b. Dewan Penasehat
c. Dewan Kehormatan
d. Dewan Ahli
e. Pengurus Harian
f. Departemen-departeman sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengurus Harian terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal Umum, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara.
BAB VI
SUSUNAN PIMPINAN WILAYAH
Pasal 17
1. Pimpinan Wilayah adalah kepengurusan tertinggi organisasi di tingkat provinsi yang bertanggung jawab kepada Konferensi Wilayah.
2. Pimpinan wilayah terdiri :
a. Pelindung
b. Dewan Penasehat
c. Dewan Ahli
d. Pengurus Harian
e. Biro-biro sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengurus Harian terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapaWakil Bendahara.
BAB VII
SUSUNAN PIMPINAN CABANG DAN PIMPINAN CABANG ISTIMEWA
Pasal 18
1. Pimpinan Cabang/Cabang Istimewa adalah kepengurusan tertinggi organisasi di tingkat Kabupaten/Kota/Luar Negeri yang bertanggung jawab kepada Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Istimewa.
2. Pimpinan Cabang/Cabang Istimewa terdiri :
a. Pelindung
b. Dewan Penasehat
c. Dewan Ahli
d. Pengurus Harian
e. Seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengurus Harian dari terdiri Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
BAB VIII
SUSUNAN PIMPINAN ANAK CABANG
Pasal 19
1. Pimpinan Anak Cabang adalah kepengurusan tertinggi organisasi di tingkat Kecamatan yang bertanggung jawab kepada Konferensi Anak Cabang.
2. Pimpinan Anak Cabang terdiri:
a. Pelindung
b. Dewan Penasehat
c. Pengurus Harian
d. Seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengurus Harian terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
BAB IX
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 20
1. Untuk menjadi Pimpinan Anak Cabang seseorang harus ter-daftar sebagai anggota ISNU.
2. Untuk menjadi Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Isti-mewa seseorang harus aktif menjadi anggota ISNU atau organisasi di lingkungan NU.
3. Untuk menjadi Pimpinan Wilayah, seseorang harus aktif men-jadi anggota ISNU dan/atau organisasi di lingkungan NU.
4. Untuk menjadi Pimpinan Pusat, seseorang harus aktif men-jadi anggota ISNU, organisasi di lingkungan NU, dan organisasi lain yang sejalan dengan Nahdlatul Ulama.
BAB X
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 21
1. Pemilihan dan penetapan Pimpinan Pusat ISNU dilaksana-kan sebagai berikut:
a. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh peserta Kongres melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tulisan.
b. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi anggota tim formatur.
2. Ketua Umum terpilih bertugas melengkapai Susunan Pim-pinan Pusat ISNU dengan dibantu oleh Tim Formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Kongres.
3. Pimpinan Pusat Harian ISNU bertugas menyusun keleng-kapan kepengurusan.
Pasal 22
1. Pemilihan dan penetapan Pimpinan Wilayah ISNU dilaksa-nakan secara langsung oleh peserta Konferensi Wilayah melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tulisan.
2. Ketua Terpilih bertugas melengkapai Susunan Pimpinan Wi-layah dengan dibantu oleh tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah.
3. Pimpinan Wilayah bertugas menyusun kelengkapan kepe-ngurusan.
Pasal 23
1. Pemilihan dan penetapan Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa dilaksanakan secara langsung oleh peserta Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Istimewa melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara, dengan ter-lebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tulisan.
2. Ketua terpilih bertugas melengkapai Susunan Pimpinan Cabang/Cabang Istimewa dengan dibantu oleh tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Cabang/Cabang Istimewa.
3. Pimpinan Cabang/Cabang Istimewa bertugas menyusun kelengkapan kepengurusan.
Pasal 24
1. Pemilihan dan penetapan Pimpinan Anak Cabang dilaksana-kan secara langsung oleh peserta Konferensi Anak Cabang melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tulisan.
2. Ketua Terpilih bertugas melengkapai Susunan Pimpinan Anak Cabang dengan dibantu oleh tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Anak Cabang.
3. Pimpinan Anak Cabang bertugas menyusun kelengkapan kepengurusan.
BAB XI
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 25
1. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi Pejabat Ketua Umum.
2. Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan memper-timbangkan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Pengurus Harian.
3. Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno Pim-pinan Pusat menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
4. Apabila Ketua, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris, Benda-hara Umum dan Bendahara berhalangan tetap, maka peng-isiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Harian.
Pasal 26
Apabila Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa, Pimpinan Anak Cabang berhalangan tetap, maka pengisian jabatannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Pasal 25 Peraturan Rumah Tangga.
BAB XII
RANGKAP JABATAN
Pasal 27
Jabatan Pengurus Harian ISNU tidak dapat dirangkap dengan:
1. Jabatan Pengurus Harian pada semua tingkatan kepeng-urusan ISNU; dan atau
2. Jabatan Pengurus Harian Lembaga, Lajnah dan Badan Oto-nom NU; dan atau
3. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik atau organisasi yang berafiliasi kepadaPartai Politik; dan atau
4. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kesarjanaan yang ber-tentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan ISNU.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB XIII
PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 29
1. Kepengurusan Wilayah, Cabang/Cabang Istimewa, dan Anak Cabang dapat dibekukan apabila bertentangan dengan Pedoman, Akidah, dan Asas ISNU.
2. Ketentuan tentang tata cara pembekuan kepengurusan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB XIV
WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS
Pasal 30
1. Wewenang Pelindung:
a. Melindungi dan mengayomi organisasi ISNU menurut tingkatannya.
b. Memberikan arahan secara umum kepada Pengurus ISNU menurut tingkatannya.
2. Wewenang Dewan Penasehat:
a. Memberikan nasehat kepada Pengurus ISNU menurut tingkatannya, baik diminta ataupun tidak.
b. Menyumbangkan pokok-pokok pikiran untuk memaju-kan ISNU menurut
tingkatannya, baik diminta ataupun tidak.
3. Wewenang Dewan Kehormatan:
a. Memberikan saran dan masukan untuk memajukan organisasi.
b. Memberikan arahan kebijakan dan pengawasan pelaksa-naan program.
4. Wewenang Ketua Umum:
a. Memimpin dan mengatur pelaksanaan keputusan-kepu-tusan kongres.
b. Membuat, menetapkan, dan melaksanakan keputusan dan program organisasi.
5. Tugas Ketua Umum:
a. Memimpin dan mengatur pelaksanaan ketetapan dan keputusan kongres.
b. Memimpin pelaksanaan Kongres, Musyawarah Kerja Nasional, Rapat Pleno dan Rapat Harian.
Pasal 31
1. Wewenang Wakil Ketua Umum adalah:
a. Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan.
b. Membantu Ketua Umum dalam menjalankan kebijakan.
2. Tugas Wakil Ketua Umum adalah :
a. Membantu tugas-tugas Ketua Umum
b. Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan.
Pasal 32
1. Wewenang Ketua-ketua adalah:
a. Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan.
b. Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
2. Kewenangan Ketua-ketua adalah :
a. Membantu tugas-tugas Ketua Umum
b. Menjalankan tugas-tugas sesuai pembidangan masing-masing.
Pasal 33
1. Wewenang Sekretaris Umum adalah:
a. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan.
b. Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pimpinan Pusat.
2. Tugas Sekretaris Umum adalah:
a. Melaksanakan dan mengatur managemen organisasi.
b. Mengkoordinir pembagian tugas Wakil-wakil Sekretaris Umum.
Pasal 34
1. Wewenang Wakil Sekretaris Umum adalah :
a. Melaksanakan kewenangan Sekretaris Umum apabila berhalangan.
b. Mendampingi Ketua-ketua sesuai bidang masing-masing.
2. Tugas Wakil Sekretaris adalah:
a. Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
b. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.
Pasal 35
1. Wewenang Bendahara Umum adalah:
a. Mengatur pengelolaan keuangan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
b. Bersama-sama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pimpinan Pusat ISNU yang berkaitan dengan keuangan.
2. Tugas Bendahara Umum adalah :
a. Merumuskan menajemen dan melakukan pencetatan keuangan dan aset.
b. Membuat Standard Operating Procedure (SOP) Keuangan.
Pasal 36
1. Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal Bab ini berlaku secara mutatis muntandis untuk seluruh tingkat kepengu-rusan.
2. Ketentuan lebih lanjut terkait dengan wewenang dan tugas pengurus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB XV
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 37
1. Pengurus ISNU berkewajiban:
a. Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat kepengurusan.
2. Pimpinan Pusat ISNU berhak menetapkan kebijakan, kepu-tusan dan Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga.
BAB XVI
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal 38
1. Kongres adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam ISNU.
2. Kongres membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat ISNU.
b. Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
c. Program Kerja 5 (lima) tahun.
d. Rekomendasi.
e. Memilih Ketua Umum.
3. Kongres dipimpin dan diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat ISNU.
4. Kongres dihadiri oleh:
a. Pimpinan Pusat;
b. Pimpinan Wilayah;
c. Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa.
5. Kongres sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/Cabang Istimewa yang sah.
Pasal 39
1. Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Ketua Umum Pimpinan Pusat berhalangan tetap atau melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Peraturan Dasar/ Peraturan Rumah Tangga.
2. Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan 50 persen lebih satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.
3. Kongres Luar Biasa dipimpin dan di selenggarakan oleh Pimpinan Pusat ISNU.
4. Ketentuan tentang peserta dan keabsahan Kongres Luar Biasa merujuk kepada ketentuan kongres.
Pasal 40
Konferensi Wilayah Luar Biasa, Konferensi Cabang/Cabang Istimewa Luar Biasa dapat diselenggarakan mengikuti prinsip-prinsip yang diatur oleh Pasal 39.
Pasal 41
1. Musyawarah Kerja Nasional merupakan forum permusya-waratan tertinggi setelah Kongres yang dipimpin dan diselengggarakan oleh Pimpinan Pusat.
2. Musywarah Kerja Nasional membicarakan pelaksanaan ke-putusan-keputusan Kongres, mengkaji perkembangan orga-nisasi, dan memutuskan Peraturan Organisasi.
3. Musyawarah Kerja Nasional dihadiri oleh anggota pleno Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah.
4. Musyawarah Kerja Nasional tidak dapat mengubah Peratur-an Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, keputusan kongres, dan tidak memilih pengurus baru.
5. Musyawarah Kerja Nasional sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari jumlah Wilayah.
6. Musyawarah Kerja Nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa kepengurusan.
Pasal 42
Apabila dianggap perlu, Pimpinan Pusat dapat menyelenggara-kan Rapat Pimpinan Nasional yang bertujuan untuk mendapat masukan Wilayah terkait pengambilan keputusan penting organisasi.
BAB XVII
PERMUSYAWARATAN TINGKAT WILAYAH
Pasal 43
1. Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.
2. Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah.
b. Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun.
c. Rekomendasi.
d. Memilih Ketua Pimpinan Wilayah.
3. Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah.
4. Konferensi Wilayah dihadiri :
a. Pimpinan Wilayah;
b. Pimpinan Cabang.
5. Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri sekurang-kurang dua pertiga jumlah Cabang di daerahnya.
Pasal 44
1. Musyawarah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawa-ratan tertinggi setelah Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah.
2. Musyawarah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan ke-putusan-keputusan Konferensi Wilayah.
3. Musyawarah Kerja Wilayah dihadiri oleh anggota pleno Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.
4. Musyawarah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah lebih satu jumlah Cabang.
5. Musyawarah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa kepengurusan.
6. Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemi-lihan pengurus.
Pasal 45
Apabila dianggap perlu, Pimpinan Wilayah dapat menyelengga-rakan Rapat Pimpinan Wilayah yang bertujuan untuk mendapat masukan Cabang terkait pengambilan keputusan penting organisasi.
Pasal 46
1. Konferensi Cabang/Cabang Istimewa adalah forum permu-syawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang/Cabang Istimewa.
2. Konferensi Cabang/Cabang Istimewa membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa.
b. Program Kerja 4 (empat) tahun.
c. Rekomendasi.
d. Memilih Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang istimewa.
3. Konferensi Cabang/Cabang Istimewa dipimpin dan diseleng-garakan oleh Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa.
4. Konferensi Cabang/Cabang Istimewa dihadiri oleh:
a. Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa;
b. Pimpinan Anak Cabang.
5. Konferensi Cabang/Cabang Istimewa sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Anak Cabang di daerahnya.
6. Dalam hal Pimpinan Cabang/Cabang Istimewa belum mem-punyai Pimpinan Anak Cabang, Konferensi Cabang dihadiri oleh Pimpinan Cabang dan anggota setempat.
Pasal 44
1. Musyawarah Kerja Cabang/Cabang Istimewa merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang/Cabang Istimewa yangdipimpin dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang/ Pimpinan Cabang Istimewa.
2. Musyawarah Kerja Cabang/Cabang Istimewa membicara-kan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang/ Cabang Istimewa.
3. Musyawarah Cabang/Cabang Istimewa dihadiri oleh anggota pleno Pimpinan Cabang/Pimpinan Cabang Istimewa.
4. Musyawarah Kerja Cabang/Cabang Istimewa sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari jumlah Anak Cabang di daerahnya.
5. Musyawarah Cabang/Cabang Istimewa diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa kepengurusan.
6. Musyawarah Kerja Cabang/Cabang Istimewa tidak dapat melakukanpemilihan pengurus.
Pasal 45
1. Konferensi Anak Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak Cabang.
2. Konferensi Anak Cabang membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan pertanggungjawaban Anak Cabang.
b. Program Kerja 3 (tiga) tahun.
c. Rekomendasi.
d. Memilih Ketua Pimpinan Anak Cabang.
3. Konferensi Anak Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wakil Cabang.
4. Konferensi Anak Cabang dihadiri oleh Pimpinan Anak Cabang.
5. Konferensi Anak Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota di daerahnya.
Pasal 46
1. Musyawarah Kerja Anak Cabang merupakan forum permu-syawaratan tertinggi setelah Konferensi Anak Cabang yang dipimpin dan di selenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang.
2. Musyawarah Kerja Anak Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Anak Cabang.
3. Musyawarah Kerja Anak Cabang dihadiri oleh Pimpinan Anak Cabang, anggota pleno, dan anggota.
4. Musyawarah Kerja Anak Cabang sah apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah peserta sebagaimana dimak-sud Ayat 3 (tiga) Pasal ini.
BAB XVIII
RAPAT – RAPAT
Pasal 47
1. Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh semua pengurus.
2. Rapat Pleno diadakah sekirang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
3. Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja.
Pasal 48
1. Rapat Harian dihadiri oleh Pengurus Harian.
2. Rapat Harian diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
3. Rapat Harian membahas kelembagaan organisasi, pelaksana-an, danpengembangan program kerja.
Pasal 49
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 50
Ketentuan mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB XIX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 51
Sumber Keuangan ISNU diperoleh dari:
a. Iuran
b. Sumbangan yang tidak mengikat
c. Usaha-usaha lain yang dibentuk oleh ISNU.
Pasal 52
1. Kekayaan ISNU harus diinventarisasi berupa dana, harta benda bergerak, dan atau harta benda tidak bergerak.
2. Perolehan, peralihan, dan pengeluaran keuangan dilaporkan setiap tahun.
Pasal 53
Ketentuan mengenai keuangan dan keyaan organisasi diatur lebih lanjut dan Peraturan Organisasi.
BAB XX
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 54
1. Pengurus ISNU di setiap tingkatan membuat laporan per-tanggungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmahnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
2. Laporan pertanggungjawaban Pengurus ISNU memuat :
a. Capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
b. Pengembangan kelembagaan organisasi.
c. Keuangan dan kekayaan orgnisasi
d. Inventaris dan aset organisasi.
BAB XXI
P E N U T U P
Pasal 55
1. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Peraturan Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Orga-nisasi, Peraturan Pimpinan Pusat dan atau Surat Keputusan Pimpinan Pusat ISNU.
2. Peraturan Rumah Tangga ini hanya dapat diubah melalui Kongres.
Ditetapkan di: Bandung
Pada tanggal : 24 Agustus 2018
KONGRES II IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG PARIPURNA
Ketua Sekretaris
Ir. Mohammad Koderi, MT. Dr. Sholehuddin, M.Pd.I
Komentar
Posting Komentar